Palestina laksana Yusuf yang tegar ketika diabaikan sebelas saudaranya.
Selama lebih dari tujuh dekade, Palestina lebih banyak berjuang sendiri melawan penjajahan. Sementara negara-negara tetangganya, saudaranya sesama Muslim, mulai terjerat liberalisme dan menjajaki normalisasi dengan penjajah. Padahal mereka punya kapasitas lebih untuk menghapus penjajahan jika berdiri bersama. Tak ada bedanya dengan Yusuf yang didzolimi saudara-saudaranya, dicemplungkan ke dalam sumur dengan semena-mena, lalu dengan culasnya diadukan kepada ayah mereka bahwa Yusuf dimakan harimau. Hanya karena rasa iri mendalam yang berujung dengki dan fitnah, nyawa saudara tak ada artinya. Bukankah sesama saudara harus saling menjaga?
Yusuf laksana Ramadan yang gemilang di antara sebelas bulan lainnya.
Selama beberapa dekade, Yusuf berjuang menghadapi kesulitan demi kesulitan yang menimpanya. Kesabaran dan ketabahannya menumbuhkan keberhasilan yang melampaui pencapaian saudara-saudaranya. Yusuf yang diremehkan dan dibuang, pada akhirnya menjadi lilin bagi nyala kehidupan keluarganya. Sama seperti Ramadan, segala ibadah di dalamnya adalah proses mengalahkan kebatilan, setapak demi setapak yang membuahkan kemenangan pada hari fitri.
Palestina, Yusuf, dan Ramadan adalah ujian-ujian yang berujung cahaya.
Ramadan ini, saudara-saudara kita di Palestina, khususnya di Gaza, telah mengalami genosida selama lebih dari 5 bulan, di samping agresi demi agresi brutal yang telah mereka alami selama 76 tahun. Gaza, kawasan sekecil itu telah menunjukkan hitam, putih, dan abu-abu dunia. Gaza mampu memperlihatkan bahwa iman yang kokoh tak kan terkalahkan oleh apapun. Gaza seolah menjadi arah kompas kemanusiaan. Gaza bagai seberkas sinar ketika dunia mulai menggelap.
Ramadan ini, apakah kita rela bersetia menolehkan pandangan kepada saudara-saudara kita di Palestina, lalu menggenggam tangan dan menerbitkan senyum di wajah mereka? Apakah kita bersedia menjadi bagian dari binar cahaya itu?
- 1 Ramadan 1445 H -
No comments