Alkisah, Muhammad al-Fatih pernah dipukul oleh gurunya, Syaikh Muhammad Syamsuddin, ketika masih sangat muda. Karena rasa hormatnya yang mendalam kepada sang guru, Muhammad al-Fatih diam saja, tak protes, pun tak berani menanyakan sebab dia dipukul. Namun, hal pahit itu begitu membekas di hati dan terus diingatnya sampai mendewasa dan menjadi sultan.
Sang guru masih membimbing dan mendampinginya ketika Muhammad al-Fatih menjadi Sultan Khilafah Utsmaniyah. Pukulan pahit yang telah diterimanya dari sang guru itu ternyata masih terus membayanginya dan menjadi teka-teki besar dalam hidupnya. Akhirnya, Muhammad al-Fatih pun memberanikan diri untuk bertanya kepada sang guru.
“Wahai guru, aku ingin bertanya. Apakah engkau masih ingat pernah memukulku, padahal aku tidak bersalah. Sekarang aku ingin memastikan, mengapa saat itu engkau melakukannya?”
Credit Image: Wikimedia Commons | |
Sang guru pun menjawab, “Sebenarnya, sudah lama aku menunggu datangnya saat ini, saat kamu bertanya mengenai pukulan itu. Sekarang kamu tahu wahai anakku, bahwa itu adalah pukulan kedzaliman. Ketika kamu mendapat pukulan kedzaliman, kamu tak akan mampu melupakannya. Kamu akan terus mengingatnya dan terganggu karenanya. Maka ini semua adalah pelajaran untukmu, di hari kamu menjadi seorang pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekali pun mendzalimi rakyatmu. Karena mereka tidak akan pernah bisa tidur nyenyak dan tidak akan pernah lupa rasa pahitnya kedzaliman.”
Strategi sang guru dalam mendidik dan memberikan pelajaran ini begitu mengena, karena Muhammad al-Fatih langsung mengalaminya sendiri. Biasanya, orang yang melakukan kedzaliman, tidak akan ambil pusing dengan perbuatannya, cenderung mudah melupakan. Sementara orang yang merasa terdzalimi, akan mengingatnya dalam kurun waktu yang lama, beberapa di antaranya bahkan tidak melupakannya sama sekali.
Dengan kepekaanya, Muhammad al-Fatih, sang penakluk Konstantinopel, yang disebut sebagai Sultan Mehmed II itu, tumbuh menjadi pemimpin yang cerdas, mencintai ilmu, berani, saleh, dan adil kepada rakyatnya.
Credit Image: Wikimedia Commons |
No comments