Membaca kisah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, rasanya tak pernah ada bosan. Menekuri rekam jejak kehidupan mereka episode demi episode, selalu menerbitkan rasa iri yang mendalam. Keyakinan yang murni, ketaatan tanpa tendensi, dan perjuangan yang tak terbilang jiwa raga, kadang terasa di luar batas logika manusia yang hidup pada masa sekarang.
Saya pernah berandai-andai, jika saya hidup pada masa Rasulullah, ada di barisan mana kah saya? Pihak yang mencaci, atau yang menerima, sementara ada banyak hal yang terjadi di luar nalar manusia saat itu?
Sungguh, tak mudah hidup pada masa itu. Islam lahir, tumbuh, dan ditegakkan di tengah ke-jahiliyah-an. Dan perihal hidayah, ia benar-benar menghampiri orang-orang pilihan.
Umar Bin Al-Khathab
Namanya Umar bin Al-Khathab bin Nufail bin Abd Al ‘Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adiy bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurasyi Al-‘Adawi. Nasab Umar bin Al-Khathab bertemu dengan Rasulullah pada Ka’ab bin Luay bin Ghalib.
Julukan Umar Bin Al-Khathab
Kuniyah (panggilan) Umar bin Al-Khatab adalah Abu Hafsh. Rasulullah memberinya julukan Al-Faruq, karena Umar Bin Al-Khathab menampakkan Islam ketika di Mekkah dan Allah memisahkan Umar Bin Al-Khathab antara kekufuran dan keimanan.
Ketika menjabat khalifah, umat menyebutnya Amirul Mukminin (Pemimpin orang mukmin). Umar bin Al-Khathab adalah pemimpin pertama dalam Islam yang menyandang gelar itu.
Rekam Jejak Moral Umar Bin Al-Khathab
Sebelum Islam, Umar bin Al-Khathab dikenal keras dan kasar, serta terampil dalam berbagai bidang olahraga, seperti gulat, memanah dan menunggang kuda. Umar bin Al-Khathab pernah membenci Islam, mencaci, menyiksa umat, bahkan bertekad membunuh Rasulullah.
Cahaya keimanan mulai meresap ke dalam hati Umar bin Al-Khathab saat mendengarkan saudarinya, Fathimah binti Al-Khathab membacakan Al-Qur'an Surah Thaaha ayat 1-8 dan ayat 14-16.
Ketika Umar Bin Al-Khathab mengikrarkan Islam, saat itu Rasulullah dan para sahabat bergembira. Bersama Hamzah bin Abdul Muthalib, dua orang kuat yang sama-sama berjuluk ‘singa’ itu, akan menjadi benteng yang melindungi umat dari musuh-musuh mereka.
Umar bin Al-Khathab adalah laki-laki pemberani, tak takut akan intimidasi kaum Quraisy. Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Saya tidak mengetahui seorang pun di antara kaum Muhajjirin yang berhijrah kecuali berhijrah secara sembunyi-sembunyi selain Umar bin Al-Khathab.”
Umar bin Al-Khathab rajin bertanya kepada Rasulullah perihal pelbagai ayat Al-Quran. Hal itu membuatnya hafal keseluruhan Al-Quran lengkap dengan sebab-sebab turunnya.
Umar bin Al-Khathab bercerita. “Aku bersama seorang tetanggaku dari kaum Anshar, yaitu Bani Umayyah bin Zaid, secara bergantian menghadiri majelis Rasulullah. Suatu hari ia yang hadir dan di lain hari aku yang hadir. Bila giliranku yang hadir, maka aku akan menceritakan apa yang aku pelajari berupa wahyu dan lainnya. Bila giliran dia yang hadir, maka dia pun melakukan yang sama.”
Dengan kecerdasan dan sikap kritisnya, Umar bin Al-Khathab menjadi sebab diturunkannya banyak ayat Al-Qur’an, seperti ayat tentang khamar, maqam Ibrahim, dan hijab.
Rasulullah bersabda, “Tatkala aku sedang tidur, aku bermimpi diberi segelas susu. Aku meminumnya hingga aku lihat ar-rayy (sari pati/aroma harumnya) mengalir pada kuku-kukuku. Kemudian lebihannya kuberikan pada Umar.” Bagaimana Anda menakwilkannya?” tanya para sabahat. Beliau menjawab, “Itu adalah Ilmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Umar bin Al-Khathab turut serta dalam Perang Badar Al-Kubra, Perang Uhud, Perang Bani Musthaliq, Perang Khandaq, Perang Hawadzan, Perang Khaibar, Perang Hunain, Perang Tabuk, Perjanjian Hudaibiyah dan pembebasan Mekkah.
Tak hanya musuh-musuh dalam medan perang, karena kokohnya agama Umar bin Ak-Khathab, sampai setan pun takut padanya. Rasulullah mengatakan pada Umar bin Al-Khathab, “Wahai putra Al-Khathab, Demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, setan sama sekali tidak akan menemuimu berjalan di sebuah jalan, melainkan ia akan berjalan di sebuah jalan selain jalan yang Anda lalui.”
Ketika kekhilafahan berada di tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq, bersama Umar bin Al-Khathab, prinsip-prinsip musyawarah ditegakkan. Termasuk ide untuk mengumpulkan Al-Qur’an tersebab kekhawatiran banyaknya korban gugur dalam Perang Yamamah, adalah orang-orang yang ahli membaca Al-Quran.
Umar bin Al-Khathab memangku jabatan khalifah berdasarkan kesepakatan dan kehendak wakil rakyat/umat dan saran Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin Al-Khathab memanjatkan doa ketika hari pertama diangkat menjadi khalifah, “Ya Allah, aku ini orang yang bersikap keras, maka jadikanlah aku orang yang berlaku lemah lembut.” Dan Allah mengabulkan doa tersebut.
Dalam masa kekhilafahannya, Umar bin Al-Khathab adalah teladan dalam sikap adil, lembut, dan sederhana. Menurutnya, keadilan adalah dakwah praktis bagi Islam, yang dengannya hati manusia dapat terbuka untuk beriman.
Suatu ketika musim kemarau terjadi di Madinah, harga kebutuhan pokok melonjak tinggi. Ketika perutnya berbunyi karena kelaparan, Umar bin Al-Khathab berkata, “Berbunyilah sesukamu. Demi Allah, kamu tidak akan makan samin sebelum rakyat memakannya.”
Umar bin Al-Khathab adalah orang pertama yang menetapkan hijrah sebagai kalender Islam, dengan Ali bin Abi Thalib adalah penasehat utamanya. Begitu pun menyangkut urusan-urusan lainnya. Umar bin Al-Khathab berkata, “Seandainya tidak ada Ali, Umar akan binasa.”
Umar bin Al-Khathab sangat takut kepada Allah, maka ia mengintrospeksi dirinya secara ketat. Alkisah Umar bin Al-Khathab pernah mencari sendiri seharian, seekor anak unta betina hasil pungutan zakat yang lari dari kandang, karena takut akan dihukum tersebab hal itu pada Hari Kiamat kelak.
Dirawikan dari Abu Al-Asyhab, ia bercerita, “Umar pernah melintas di dekat sebuah tempat pembuangan sampah. Umar tetap bertahan di dekat tempat itu, sedang para sahabat yang lain tidak tahan diam berlama-lama di tempat tersebut. Kepada mereka, Umar mengatakan, “Inilah dunia kalian yang kalian bersungguh-sungguh ingin meraihnya, dan kalian menangisinya.”
Sepuluh tahun masa kekhilafahannya, Umar bin Al-Khathab memimpin pembebasan wilayah Irak, Iran, Syam, Mesir, Libya, dan Maroko. Umar bin Al Khathab juga membangun 12.000 masjid, sarana transportasi darat dan laut, pelabuhan, kamp pengungsi, lembaga keuangan dan peradilan. Selain kelaparan, masa kekhilafahannya juga diuji dengan wabah. Dengan kecerdasan dan keadilannya, segala permasalahan didiskusikan dan dicari solusinya bersama. Kecerdasan Umar bin Al-Khathab juga tampak dalam surat-surat yang dikirimkan untuk gubernur-gubernurnya di berbagai wilayah untuk menjawab berbagai permasalahan dan merumuskan kebijakan-kebijakan.
Dengan segala prestasi dan keberhasilannya, Umar bin Al-Khathab tetap hidup sederhana, tak tergoda untuk bermewah-mewahan. Ketika putrinya, Hafshah RA menyarankannya untuk makan yang lebih enak dan memakai pakaian yang lebih bagus, Umar bin Al-Khathab menceritakan tentang kehidupan susah yang pernah dilalui Rasulullah dan mengatakan, “Aku memiliki dua orang sahabat yang berjalan di suatu jalan. Bila aku menempuh jalan yang susah, aku berharap semoga aku bertemu dengan mereka berdua dengan kehidupan yang makmur di negeri akhirat kelak.”
Masyaallah, persahabatan yang indah. Ada banyak ibrah yang bisa dipetik dari sikap, perilaku, dan karakter Umar bin Al-Khathab, serta interaksinya dengan orang-orang di sekelilingnya.
Umar bin Al-Khathab adalah teladan, bahwa hidayah telah mentransformasikannya menjadi sosok yang membawa banyak perubahan bagi umat. Pengalamannya menjalani hidup pada masa jahiliyah telah mengantarkannya pada hakikat Islam yang indah, mampu membedakan antara kufur dan iman, antara yang hak dan yang batil.
Mudah-mudahan, sebanyak apapun kita pernah melakukan dosa-dosa, Allah berkenan memberi ampunan, dan semoga kerlip cahaya Al-Faruq mampu membawa kita berpaling untuk meniti jalan yang ujungnya adalah kebaikan. Aamiin.
Referensi: Biografi Umar Bin Al-Khathab oleh Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi
(Pustaka Al-Kautsar 2018)
Jakarta, 10 Ramadhan 1444 H, ketika pintu-pintu maghfirah terbuka
No comments